MAKALAH
AGEN PENYAKIT
DEBU
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kesehatan
Dosen pengampu: dr.Endah Winarti, M.Kes
Oleh:
Npm : 0510082211
PROGAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
TAHUN 2012-2013
KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berharga ini.
Penulis menyusun makalah yang berjudul Stress dan Pencegahannya ini banyak mengalami hambatan. Untuk itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Endah
Winarti, M.kes selaku dosen pengampu mata kuliah Agen Penyakit yang telah
memberikan penjelasan sehingga makalah ini terselesaikan.
Penulis
menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini masih ada kekurangan dan
kelemahan. Penulis menyusun makalah ini atas dasar teori yang sudah ada dalam
berbagai sumber .
Untuk
itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran untuk kesempurnannya dimasa yang
akan datang. Penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Pekalongan, Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR………………………………………………………...ii
DAFTAR
ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah........................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
1.4 Pengorganisasian
Makalah........................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Debu....................................................................................... ..3
2.2 Macam/Karakteristik Debu...................................................................... ..4
2.3 Dampak Debu.......................................................................................... ..4
2.4 Reaksi/Gejala-gejala Debu....................................................................... ..4
2.5 Penyakit oleh Debu.................................................................................. ..6
2.6 Mencegah/mengobati Debu......................................................................13
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan .............................................................................................. ..15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. ..16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memerlukan udara untuk bernapas dan
melaksanakan matabolisme dalam tubuh yang nantinya menghasilkan energi yang
digunakan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Dalam udara yang kita hirup, tidak selamanya
bersih. Kadang kala udara tersebut terkandung partikel pencemar yang disebut
polutan. Salah satu polutan tersebut ialah berupa butiran debu yang banyak
ditemukan pada industri.
Sekarang ini, keberadaan sektor industri
di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan
dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka
terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga
berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang
lain.
Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat
meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada
masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja dan
masyarakat di sekitar daerah perindustrian misalnya saja penyakit asma dan
penyakit lainnya yang kerap dianggap enteng oleh semua orang, terutama pada
saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu. Tergantung dari jenis paparan
yang terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul pada para pekerja.
Pengetahuan yang cukup tentang dampak debu terhadap paru diperlukan untuk dapat
mengenali kelainan yang terjadi dan melakukan usaha pencegahan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Pengertian Debu ?
2.
Apa saja macam/jenis Debu ?
3.
Apa saja gejala-gejala Debu ?
4.
Apa Dampak dari Debu ?
5.
Untuk memahami penyebab Debu ?
6.
Penyakit apa saja yang
ditimbulkan oleh Debu ?
7.
Bagaimana cara
mencegah/mengobati Debu ?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk ;
1. Untuk mengetahui definisi Debu
2. Untuk mengetahui gejala-gejala Debu
3. Untuk mengetahui dampak dari Debu
4. Untuk memahami penyebab Debu
5. Reaksi/Gejala
Paru Terhadap Debu
6. Untuk memahami berbagai resiko yang ditimbulkan oleh Debu
7.
Untuk mengetahui bagaimana cara
mencegah Debu
1.4 Pengorganisasian Makalah
Adapun pengorganisasian dari penulisan
makalah ini terdiri dari 3 bab yaitu:
Bab I :
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
Masalah, tujuan penulisan,
dan pengorganisasian makalah.
Bab II :
Pembahasan yang terdiri dari pengertian debu, tanda-tanda
debu, gejala-gejala debu,
penyebab debu, cara mencegah serta
mengobati asma.
Bab III :
Penutup yang terdiri dari simpulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Debu
Secara alamiah partikulat debu dapat
dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari
muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar
yang mengandung senyawa karbon akan murni atau
bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel
yang tidak terpelihara dengan baik.
Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara
yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar.
Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada
umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat
menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu.
Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa
merupakan sumber SPM yang cukup penting.
Berbagai
proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan
abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan
bermotor.
1. Debu adalah partikel padat yang
dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses
pemecahan suatu bahan.
2. debu adalah partikel-partikelzat
padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti
pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan
lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu,
arang batu, bijih logam dan sebagainya
3. Debu merupakan salah satu bahan yang
sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate
Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron.
2.2 Macam-macam dan Karakteristik Debu
1. Macam-Macam ;
Secara garis besar debu dapat dibagi atas 3 macam yaitu:
a. Debu organik
Debu organic adalah debu yang berasal dari
makhluk
hidup seperti debu kapur, debu d\aun-daunan dan
sebagainya.
b. Debu biologis (virus, bakteri)
c. Debu mineral Merupakan senyawa komplek seperti
arang batu,
SiO2, SiO3
d. Debu metal
adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur
unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan Arsen),
2. Sifat dan karakteristik debu ;
Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda antara lain:
· debu fisik (debu tanah, batu, dan
mineral),
· debu kimia (debu organic dan
anorganik),
· debu biologis (virus, bakteri,
kista),
· debu eksplosif atau debu yang mudah
terbakar (batu bara, Pb),
· debu radioaktif (Uranium, Tutonium),
· Debu Inert (debu yang tidak bereaksi
kimia dengan zat lain)
2.3 Dampak dari Debu
Partikel debu selain memiliki dampak terhadap
kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut:
1) Gangguan aestetik dan fisik seperti
terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.
2) Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat
adanya penutupan pori pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya photo
sintesis.
3) Merubah
iklim global regional maupun internasional
4) Menganggu
perhubungan/ penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi di
masyarakat.
5) Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya
iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru. Efek
debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada: Solubity (mudah larut),
Komposisi Kimia, Konsentrasi Debu, dan Ukuran partikel debu.
2.4 Reaksi/Gejala Paru Terhadap Debu
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada
saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang
meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi,
lama paparan. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan
fisiologi saluran napas dan faktor imunologis.
Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi
mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport
mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas
dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya
bila kadar debu melebihi nilai ambang batas .
Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir
bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak
sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas
meningkat.
Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan
berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh
makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas
menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas
merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika
bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulang-ulang.
Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada
pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat
tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli
dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan
gangguan pengembangan paru yalta kelainan fungsi paru yang restriktif.
Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada
sifat-sifat debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan
individual. Pneumokoniosis biasanya timbul setclah paparan bertahun-tahun.
Apabila kadar debu tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi
silikosis akut yang bermanifestasi setelah paparan 6 bulan.
Dalam masa paparan yang sama seseorang tepat mengalami kelainan yang berat
sedangkan yang lain kelainnya ringan akibat adanya kepekaan individual.
Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri,
pneumokoniosis batubara, siikosis, asbestosis dan kanker paru.
2.5 Penyakit yang
ditimbulkan oleh Debu
1.
Pneumokoniosis Pekerja Tambang Batubara
Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan
reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup
lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih daii 10 tahun. Berdasarkan
gambaran foto toraks dibedakan atas bentuk simple dan complicated.
Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP) terjadi karena
inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada; bila paparan tidak
berlanjut maka penyakti ini tidak akan memburuk. Penyakit ini dapat berkembang
menjadi bentuk complicated. Kelainan foto toraks pada simple CWP berupa
perselubungan halus bentuk lingkar, perselubungan clapat terjadi di bagian mana
saja pada lapangan paru, yang paling sering di lobus atas. Senng ditemukan
perselubungan bentuk p dan q. Pemeriksaan faal paru biasanya tidak menunjukkan
kelainan. Nilai VEP1dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas difusi biasanya
normal.
Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis Masif Progresif (PMF) ditandai
oleh terjadinya daerah fibrosis yang luas hampir selalu terdapat di lobus atas.
Fibrosis biasanya terjadi karena saw atau lebih faktor berikut:
a)
Terdapat silika bebas
dalam debu batubara.
b)
Konsentrasi debu yang
sangat tinggi.
c)
Infeksi Mycobacterium tubeivulosis atau atipik.
d)
Imunologi penderita
buruk.
Pada daerah fibrosis tepat timbul kavitas dan
ini bisa menyebabkan penumotoraks; foto toraks pada PMF sering
miriptĆ¼berkulosis, tetapi senng ditemukan bentuk campuran karena terjadi
emfisema. Tidak ada korelasi antara kelainan faal paru dan luasnya lesi pada
foto toraks. Gelaja awal biasanya tidak khas. Batuk dan sputum menjadi lebih
sering,
Dahak
berwarna hitam (melanoptisis). Kenisakan yang luas menimbuikan sesak
napas yang makin bertambah, pada stadium lanjut terjadi kor hipertensi
pulmonal, gagal ventrikel kanan dan gagal napas.
Penelitian pada pekerja tambang batubara di
Tanjung Enim lahun 1988 menemukan bahwa dari 1735 pekerja ditemukan 20 orang
atau 1,15% yang foto toraksnya menunjukkan gambaran pneumokoniosis.
2.
Silikosis
Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung
kristalin silikon dioksida atau silika bebas (S1S2). Pada berbagai jenis
pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti
pada pekerja
a)
Pekerja tambang logam
dan batubara
b)
Penggali terowongan
untuk membuat jalan
c)
Pemotongan batu seperti
untuk patung, nisan
d)
Pembuat keramik dan
batubara
e)
Penuangan besi dan baja
f)
Industri yang memakai
silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.
g)
Pembuat gigi enamel
h)
Pabrik semen
Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis
secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun
paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih
tinggi dari populasi umum.
Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis,
yaitu silikosis akut, silikosis kronik dan silikosis terakselerasi.
·
Silikosis Akut
Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika
dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala
sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan se- telah
paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan
berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang
timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di
fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian
berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk djffuse ground
glass appearance mirip edema paru.
·
Silikosis Kronik
Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang
batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk
silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45
tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru
biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi,
kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif.
Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul
terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut
tertepat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing).
Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus
biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification.
Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan bronkus
mengalami distorsi. Faal paw menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau
campuran. Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas,
biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi pada saat
aktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal
kardiorespirasi.
Di pabrik semen di daerah Cibinong (1987) dan 176 pekerja yang diteliti
ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1 ,7% Pada tahun 1991
penelitian pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak
7%. Perbedaan angka yang didapat diduga karena perbedaan kualitas foto toraks,
dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja.
·
Silikosis
Terakselerasi
Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan
penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi
infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan 10 tahun sering
terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.
3.
Asbestosis
Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis
yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di therah industri dan
tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya
terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang
bekerja di tambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan
pekerja penghancur asbes.
Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan
gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang
pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum
adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas
terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun
sesudah awal penyakit biasanya terjadi korpulmonal dan kematian. Penderita
sering mengalami infeksi saluran napas; keganasan pada brunkus,
gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian.
Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan,
akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian
posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw
yang luas karena flbrosis. Jan tabuh ((clubbing) senng ditemukan pada
asbestosis.
Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw,
dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung
sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw
mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah
dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses terlihat gambaran
sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau
mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang
penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks.
Pemeriksaan faal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada
gejala pada sebagian penderita terdapat kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi
dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia.
Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis.
Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan paru.
Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya
karsinoma bronkus yang terdapat bersamaan.
4.
Bronkitis
Industri
Berbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang
batu, semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika
dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama dali paparan
ini menyebabkan paralisis silia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar mukus.
Keadaan ini meyebabkan saluran napas rentan terhadap infeksi dan timbul
gejala-gejala batuk menahun yang produktif. Pada pekerja tambang batubara bila
paparan menghilang, gejal klinis dapat hilang. Pada pekerja yang berhubungan
dengan tepung keadaanya Iebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian
(antigen padi-padian, jamur kumbang padi, tungau, endotoksin bakteri, antigen binatang,
dan debu inert) berperan menimbulkan bronkitis.
Berbagai zat telah dipastikan sebagai penyebab terjadinya bronkitis
industri sedangkan zat-zat lain kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab.
Pada bronkitis industri atau bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau
menunjukkan peningkat.an corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah.
Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan kelainan. Karena
meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut terjadi obsiruksi
saluran napas yang tepat menjadi ireversibel.
Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan
secara lambat dan progresif Pemeriksan faal paru berguna untuk menentukan tahap
perjalanan penyakit, manfaat bronkodilator, perburtikan fungsi paru dan
menentukan prognosis.
Pada penduduk yang tinggal di sekitar pabnk semen kekerapan bronkitis
kronik jauh lebih tinggi dali penduduk yang tinggalnya jauh. Pada penduduk yang
tinggalnya 25 km dari pabrik semen, terdapat kekerapan bronkitis kronik 14,66%
pada laki-laki dan 23,46% pada perempuan. Pada daerah yang terletak 5 km dari
pabrik didapatkan angka kekerapan penyakit ini 33,33% pada laki-laki dan 22,35%
pada perempuan. Penelitian pada pekerja pabrik semen di daerah Cibinong pada
tahun 1987 tidak menemukan penyakit bronkitis kronik Penelilian yang dilakukan
pada tahun 1991 menemukan kekerapan bronkitis kronik yang sangat rendah yaitu
0,5%; prevelensi bronkitis kronik pada para pekerja tersebut rendah bila
dibandingkan dengan prevalensi di kalangan penduduk yang tinggal di sekitar
pabrik semen
5.
Asma Kerja
Asma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh kepekaan saluran napas
terhadap paparan zat di tempat kerja dengan manifestasi obstruksi saluran napas
yang bersifat reversibel. Penyakit mm hanya mengenal sebagian pekerja yang
terpapar, dan muncul setelah masa bebas gejala yang berlangsung antara beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Pada tiap individu masa bebas gejal dan berat
ringannya penyakit sangat bervariasi.
Berbagai debu dan zat di tempat kerja tepat menimbulkan asma kerja. Zat itu
tepat berasal dali tumbuh-tumbuhan seperti tepung gandum, debu kayu, kopi, buah
jarak, colophony, binatang seperti binatang pengerat, anjing, kucing,
kutu ganchim, ulat sutra, kerang; zat kimia seperti isosionat, garam platina,
khrom, enzmm seperti iripsin dan papain. Dapat juga berasal dali obat-obatan
seperti pada pmduksi piperazin, tetrasiklin, spinamisin dan penisilin sintetik.
Pada individu atopik keluhan asma timbul setelah bekerja 4 atau 5 tahun,
sedangkan pada individu yang notatopik keluhan ini muncul beberapa tahun Iebih
lama. Pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosionat dan
colophony gejala dapat timbul lebih awal bahkan kadang-kadang beberapa minggu
setelah mulai bekerja. Keluhan asma yang khas adalah mengi yang berhubungan
dengan pekerjaan.
Gejala pada tiap individu bervariasi, kebanyakanmembaik pada akhir pekan
dan waktu libur. Ananinesis riwayat penyakit yang rinci penting untuk
menegakkan diagnosis. Ada individu yang terserang setelah paparan beberapa
menit, pada individu lain sering timbul beberapa jam sesudah paparan dengan
gejala yang mengganggu pada malam berikutnya.
Pemeriksaan faal paru di luar serangan dapat normal. Pada waktu serangan
terlihat tanda obstruksi. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi menunjukkan
penurunan lebih dari 15% pada waktu serangan. Bilafaal paru normal dan pasien
dicurigai menderita asma, pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan
pemeriksaan yang menunjang.
Indikasi utama uji provokasi bronkus adalah.
a)
Bila pekerja diduga
menderita asma kerja tapi tidak diketahui zat yang menyebabkannya.
b)
Bila pekerja terpapar
oleh lebih dari satu zat yang dapat menyebabkan asma kerja.
c)
Bila konfirmasi mutiak
untuk diagnosis penyakit di perlukan, misalnya sebelum menyuruh penderita
berhenti bekerja.
6.
Kanker Paru
Mekanisme terjadinya kanker akibat paparan zat belum diketahui secara
tuntas. Para ahli sepakat paling kurang ada 2 stadium terjadinya kanker karena
bahan karsinogen. Pertama adalab induksi DNA sel target oleh bahan karsinogen
sehingga menimbulkan mutasi sel, kemudian terjadi peningkatan multiplikasi sel
yang merupakan manifestasi penyakit.
Zat yang bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan kanker paru antara lain
adalah asbes, uranium, gas mustard, arsen, nikel, khrom, khlor metil eter,
pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat radioaktif serta tar batubara.
Pekerja yang berhubungan dengan zat-zat tersebut dapat mendenta kanker paru
setelah paparan yang lama, yaitu antara 15 sampai 25 tahun. Pekerja yang
terkena adalah mereka yang bekerja di tambang, pabrik, tempat penyulingan dan
industri kimia.
2.6 Pencegahan, Pengendalian Dan Penanggulangan Debu
Pengendalian debu dapat berdasarkan empat simpul yaitu:
1. Simpul I
Yaitu pencegahan terhadap sumbernya antara lain:
Isolasi sumber agar tidak
mengeluarkan debu diruang kerja dengan ‘Local Exhauster’ atau dengan
melengkapi water sprayer pada cerobong asap.
Substitusi alat yang mengeluarkan
debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.
2. Simpul II
Yaitu pencegahan dilakukan terhadap media Transmisi
dan udara ambient, Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan
pengeboran basah (Wet Drilling).Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan
Ventilasi Umum. Penanaman pohon atau reboisasi.
3. Simpul III
Yaitu Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja yang
terpapar
Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker.
4. Simpul IV
Yaitu pencagahan terhadap penderita atau orang
sakit akibat terpapar partikel debu antara lain melalui pemeriksaan dan
pengobatan serta rehabilitasi terhadap korban atau orang sakit.
Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan radiologi
untuk mengetahui kelainan akibat debu. Rehabilitasi dilakukan terhadap korban
yang mengalami cacat organ akibat terpapar partikel debu dalam jangka waktu
lama.
·
Diagnosis
Penyakit
paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit
paru lain yang udak disebabkan oleh debu d tempat kerja. Untuk menegakkan
diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan
hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul
setelah paparan yang cukup lama.
Anamnesis mengenal riwayat pƧkerjaan
yang akurat dan rinci sangat diperlukan, apalagi bila penderita sering berganti
tempat kerja. Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan paparan debu dan lama
paparan hendaklah diketahui secara lengkap.
·
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto toraks sangat berguna untuk melihat kelainan yang
ditimbulkan oleh debu pada pneumokoniosis. Klasifikasi standar menunit ILO
dipakai untuk menilai kelainanyang timbul. Pembacaan foto toraks pneumokoniosis
perlu dibandingkan dengan foto standar untuk menentukan klasifikasi kelainan.
Perselubungan yang timbul dibagi atas perselubungan halus dan kasar.
Pemeriksaan faal paru lain yang lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan di
saluran napas kecil adalah pemeriksaan Flow Volume Curve dan Volume
of Isoflow. Pengukuran kapasitas difusi paru (DLCO) sangat sensitif untuk
mendeteksi kelainan di interstisial; tetapi pemeriksaan ini rumit dan memerlukan
peralatan yang lebih canggih, dan tidak di anjurkan digunakan secara rutin.
Pekerja yang pada pemeriksaan awal tidak menunjuickan kelainan, kemudian
menderita kelainan setelah bekerja dan penyakitnya terus berlanjut, dianjurkan
untuk menukar pekerjaannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Debu industri di tempat kerja dapat
menimbulkan kelainan dan penyakit paru. Berbagai faktor berperan pada mekanisme
timbulnya penyakit, diantaranya adalah jenis, konsentrasi, sifat kimia debu,
lama paparan dan faktor individu pekerja. Untuk menegakkan diagnosis penyakit
paru akibat debu industri perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai
riwayat pekerjaan, identifikasi debu di tempat kerja, dan pemeriksaan penunjang
seperti uji faal paru dan pemeriksaan radiologis. Diagnosis kadang-kadang sukar
ditegakkan oleh karena sering butuh waktu yang lama antara terjadinya paparan
dan timbulnya penyakit Di samping itu penyakit paru akibat debu industri
mempunyai gejala yang sama dengan penyakit paru yang tidak disebabkan oleh
debu. Pengobatan penyakit paru akibat debu industri bersifat simptomatis dan
suportif. Usaha pencegahan merupakan langka pelaksanaan yang penting. Tindakan
pencegahan meliputi pengurangan kadar debu, memakai pelindung diri, deteksi
dini kelainan dan pemeriksaan sebelum .penerimaan pegawai. Pemeriksaan faal
paru dan radiologis secara berkala perlu pada jenis kerja tertentu. Pekerja
yang telah terkena penyakit akibat debu hendaklah dihindani dani paparan lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Pengertian Penyakit Debu. http://makalahmajannaii.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 17 Juni 2013 pukul
16.45 WIB
Pengertian Debu. http://ferryngongo.blogspot.com/.
Diakses pada tanggal 22 Juni 2013 pukul 16.50 WIB
Penyebab Debu. www.gen22.net/www.artikelkesehatan.com.
Diakses pada tanggal 22 Juni 2013 17.15 WIB
Pencegahan penyakit Debu. http://medicastore.com. Diakses
pada tanggal 22 Juni 2013 pukul 18.14 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar